Senin, 11 Oktober 2021

LONG TRIP JAWA BALI DAN PENGALAMAN PERTAMAKU SWAB

 


Anezka Salsabila Rahmandita 74

 

Awal tahun 2021 kami sekeluarga pergi mengunjungi sahabat Ayahku di Bali. Saat itu sekolah masih  dilakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), sehingga kami memutuskan untuk pergi sekeluarga ke Bali dan tetap menikmati sekolah dengan suasana yang berbeda.

Perkembangan virus corona di Indonesia masih belum terlihat ujungnya, untuk alasan keamanan dan kenyamanan kami sekeluarga memutuskan untuk berangkat dari Bandung ke Bali menggunakan transportasi pribadi. Dalam perjalanan menuju Bali, kami singgah di beberapa kota. Selain untuk beristirahat, kami pun menyempatkan untuk menikmati wisata dan kuliner khas daerah yang kami kunjungi. Pertama kami transit di kota Semarang. Di sana kami menikmati suasana malam di simpang lima yang merupakan pusat kota, serta menyantap soto semarang yang merupakan kuliner khas daerah ini.

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan, dan singgah sebentar ke dusun semilir yang merupakan objek wisata yang viral karena perosotan warna warni yang menantang adrenalin. Perjalanan kami selanjutnya berakhir di Kota Solo. Di sana kami menghabiskan satu malam. Kami mengunjungi rumah atsiri yang terkenal sebagai produsen minyak wangi herbal. Di Rumah Atsiri kami diajarkan cara membuat sabun dan juga dikenalkan dengan tanaman herbal lainnya.

Kota selanjutnya yang kami singgahi adalah Banyuwangi. Di kota inilah kami beristirahat untuk siap-siap melakukan penyebrangan ke Bali. Keesokan harinya sampailah kami di Pelabuhan Ketapang, dan kejadian inilah yang akan aku ceritakan lebih lanjut.

Pemeriksaan Swab Pertamaku

Sampai di Pelabuhan kami diminta untuk masuk ke jalur khusus karena kendaraan kami memiliki nomor polisi plat D yang artinya dari luar kota. Kami diminta keterangan tujuan perjalanan serta menyiapkan dokumen hasil pemeriksaan swab antigen sebagai syarat penyebrangan. Saat itu baru saja diberlakukan aturan baru bahwa anak usia lebih dari 10 tahun harus menunjukkan hasil swab antigen.  Aku kaget saat bunda bilang bahwa aku juga harus di swab. Jujur saja ini pengalaman pertamaku. Aku sering mendengar bahwa pemeriksaan ini menakutkan dan aah pokoknya tidak terbayang rasanya. Ayah dan Bundaku terus memberiku semangat bahwa pemeriksaan hanya sebentar dan tidak terlalu sakit. Namun entah kenapa jantungku terus berdetak kencang, dan tanganku menjadi dingin. Karena ini adalah suatu peraturan, akhirnya akupun memutuskan untuk ikut test.

Aku memasuki klinik pemeriksaan dengan kaki dan tangan gemetar, menunggu giliran test seperti sedang menonton film horror, dan tiba-tiba, “Anezka”, namaku dipanggil. Inilah giliranku. Petugas pemeriksa memintaku untuk duduk lalu menurunkan masker sedikit ke bawah. Kemudian kepalaku ditengadahkan. Petugas membuka plastik yang berisi, seperti cotton bud. Petugas memberiku aba-aba dengan bilang siaap ya!

“Ya Allah,” Aku berdoa dalam hati sambil menenangkan diriku sendiri, dan petugaspun memasukkan alat tadi ke hidung kanan dan kiriku. Alhamdulillah akhirnya selesai juga dan semuanya berjalan lancar. Harus kuakui rasanya tidak sesakit dan semenyeramkan yang aku bayangkan. Rasanya hanya tidak nyaman, seperti apabila kita berenang kemasukan air, dan aku merasa ingin bersin-bersin setelahnya. Rasa tidak nyaman itu hanya sebentar saja, mungkin kurang dari satu jam.

Alhamdulillah hasil swab kami semuanya negatif, dan kami pun dapat melanjutkan perjalanan ke Bali. Mobil kami diarahkan untuk menaiki kapal Ferry yang besar. Di area parkir kami hanya keluar untuk melihat suasana pantai dan laut, sisanya Ayahku meminta kami untuk tetap di Mobil karena khawatir bertemu dengan banyak orang di area kursi penumpang kapal. Penyebrangan hanya 40 menit saja, dan kami pun sampai di Pulau Bali.

Di Bali kami menghabiskan waktu kurang lebih dua minggu. Bunda ku memesan villa privat yang sangat bagus. Luas dan tentunya lebih dari cukup, yang teridiri dari 2 kamar, dapur, mesin cuci, ruang tamu dan kolam renang pribadi. Di Bali Kami mengunjungi teman Ayahku dan juga sesekali keluar villa untuk mengunjungi pantai dan wisata lainnya.

Saat itu pemerintah menutup kunjungan internasional ke Indonesia, khususnya ke Bali. Pulau Dewata ini pun berubah menjadi kota mati yang tidak ada pengunjungnya. Namun dilain pihak kami lebih senang karena dapat menikmati pantai serta wisata lain yang kosong, bahkan seperti pantai pribadi karena hanya kami dan beberapa penduduk lokal saja yang main di sana.

Di Pusat kota area Kuta hampir semua toko tutup, hanya mall saja yang buka, dan itu pun sangat sepi pengunjung. Bali yang terkenal dengan kehidupan nonstop 24 jam berubah seketika. Penduduk lokal pun mengeluhkan kondisi ini, karena banyak penduduk yang hidup dari berjualan, jasa wisata, maupun kuliner yang harus gulung tikar karena tidak ada pembeli. Kondisi ini sangat menghawatirkan, semoga virus korona segera menghilang dan kondisi menjadi normal Kembali.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERJALANAN PALING BERKESAN DALAM HIDUPKU

Maharsa Mudzafar Kamil - 74   Papahku kerja diluar pulau Jawa. Biasanya baru kembali kerumah setiap dua bulan. Hampir dua bulan sekali k...