Alena Zakira Riva - 71
Aku berdiri di kamar hotelku, memandang pemandangan Kota
Singapore yang indah di luar sana. Sementara orangtuaku sedang berbicara dengan
pegawai hotel untuk membawa dua koper berat kami.
“Yuk, kita checkout
sekarang. Udah cek gak ada yang ketinggalan, kan?” kata ayah.
Bunda, seperti biasa, memeriksa untuk terakhir
kalinya. Aku, kakak dan adikku mengangguk. Kami pun keluar dari kamar hotel,
ditemani pegawai hotel tadi. Kakakku pelan-pelan menutup pintu kamar dari luar,
mengintip ke dalam untuk terakhir kalinya.
Kami menyusuri lorong hotel dan duduk di lobi,
sementara ayahku mengurus checkout-nya. Setelah selesai, kami keluar
dari hotel.
“Nanti sampai di bandara kita ke Jewel dulu ya,
anak-anak. Masih keburu waktunya.” Kata ayah sambil memegang stroller
yang di duduki adikku.
Kami masuk lift yang menuju ke stasiun bawah
tanah, aku menatap sekeliling. Liburan 5 hari di Singapore dan Malaysia ini
sangat seru, waktunya kami pulang.
Jewel adalah atraksi publik dekat Bandara Changi.
Turis biasanya pergi ke sana untuk melihat air terjun besar yang indah. Di sana
juga ada toko-toko dan restauran. Bisa dibilang mirip seperti mall.
Kami keluar dari lift dan menunggu kereta yang
menuju ke bandara. Kereta datang, kami pun segera menaikinya. Kereta ini sepi,
mungkin karena sedikit penumpang yang ingin ke bandara di hari kerja. Aku duduk
dan menikmati suasana khas kereta bawah tanah. Suara relnya yang sangat mulus,
penumpang yang melakukan kesibukan masing-masing, cahaya kereta yang tidak
terang tetapi tidak gelap.
Aku memandangi sekeliling. Ternyata kereta di
Singapore sangat bersih. Terlihat jelas bahwa kereta ini terawat dengan baik,
dan memastikan penumpang yang naik-turun merasa nyaman. Kereta mulai menanjak,
aku bisa melihat cahaya matahari sekarang. Kami sedang berada di jembatan.
“Liat! Kotanya bagus,” Adikku yang telah pindah dari stroller
menatap keindahan kota Singapore.
Aku ikut mendongak. Lalu teringat bahwa beberapa jam
lagi kami akan meninggalkan kota ini. Urgh, benar juga, berarti sebentar
lagi aku mulai sekolah.
Dalam sekejap, kereta kami sampai di Bandara Changi. Kami masih di bawah
bandaranya, jadi saat kami turun dari kereta harus naik eskalator untuk ke
atas. Selagi eskalator membawaku ke atas, aku menatap ke dalam bandara, tidak
berkedip. Bandara ini pasti besar sekali. Aku turun dari eskalator, bisa
melihat seluruh isi bandara sekarang. Indah sekali, bandara ini sangat modern
dan mewah. Luasnya lebih dari lapangan bola, ini pun baru satu ruangan.
Tingginya tidak kalah mencengangkan, ruangan ini sangat besar. Desainnya juga
sangat rapi dan enak dilihat.
“Masih ada waktu satu setengah jam lagi sebelum
pesawat kita take off. Ke Jewel dulu yuk, bisa makan siang disana.” kata
bunda, yang selalu antusias pergi ke tempat baru.
Aku juga ingin pergi ke Jewel, jika bandara di sini
saja sudah bagus, apalagi di sana. Jewel, pusat perhatian turis, terkenal
karena air mancur besarnya yang indah. Dari namanya saja sudah menarik
perhatian, apa lagi aslinya.
Kami berjalan menyusuri ruangan bandara indah ini.
Ruangan ini bukan tempat check-in atau semacamnya, lebih ke tempat
tunggu dan tempat orang keluar masuk. Ada banyak orang disini, menunggu pesawat
mereka. Ada yang tidur, bermain laptop mereka, berbincang dengan teman mereka.
Ada juga anak-anak yang berlarian bermain di playground bagus yang telah
disediakan.
Perlu melewati jembatan panjang jika ingin pergi ke
Jewel. Meskipun dua gedung ini bersebelahan, jembatan ini tetap panjang dan
besar. Kami memasuki jembatan indoor itu, tempatnya dingin dan mewah. Kami bisa
melihat keluar karena sekeliling kami kaca. Tersedia banyak eskalator lurus sepanjang
jembatan untuk orang-orang yang malas jalan. Tetapi karena kami santai dan
ingin menikmati suasana, kami setengah menaiki eskalator dan setengah lagi
jalan biasa sepanjang jembatan. Kakak di sebelahku heboh mengambil foto sambil
jalan. Ayah dan bunda sedang membahas untuk makan siang apa, adikku yang malas
duduk di stroller sambil di dorong ayah.
Akhirnya, kami sampai di ujung jembatan. Kami masuk ke
gedung jewel. Gedung ini sangat besar, temanya seperti hutan dan penuh dengan
lantai batu yang mewah. Persis seperti mall, dalamnya di penuhi dengan
toko dan restaurant. Lurus ke arah sana, ada air terjun besar yang belum bisa
kulihat. Air terjun itu berada di bagian bawah gedung.
“Ke air terjun dulu aja ya, habis itu baru kita makan
siang.” ucap bunda. Kami mengangguk. Kami menaiki lift dan turun ke bagian
bawah gedung.
Lift
terbuka, aku bisa melihat jelas air mancurnya. Aku terkesiap, air mancur ini
tidak seperti air mancur yang kukira. Airnya air mancur ini datang dari atas,
turun deras ke bawah, membentuk bentuk bulat ke bawah. Air mancur ini sangat
besar dan deras, ada cahaya indah dari dalamnya, membuatnya semakin mewah.
Tempias air mengenai wajahku. Kami memutuskan untuk foto-foto sebentar. Setelah
itu kami ke atas lagi, makan siang.
Akhirnya kami memutuskan untuk makan siang Burger
King di lantai atas. Aku memesan cheeseburger dan makan dengan
lahap. Ini makanan terakhirku di Singapore.
“Wah, udah jam segini lagi. Yuk ke bandara, kita check-in.”
Kata ayahku sambil mengecek jam tangannya. Kami naik ke jembatan lagi dan pergi
balik ke bandara.
“Yuk Teh, agak cepet. Bisi check in-nya gak keburu.” Seru Bunda sambil mulai berjalan sedikit
cepat.
Aku mengecek jam, emang jam berapa sih? Wah, sudah jam
11:30. Pesawat takeoff jam 12:15. Aduh, jadi harus cepat-cepat gini.
Padahal aku ingin santai menikmati. Jembatannya juga panjang lagi. Aku mulai
ikut berlari kecil sambil membawa koper.
Sesampainya kami di bandara. Sudah jam 11:40. Ayah dan
bunda cepat-cepat menyerahkan koper kami untuk disimpan di pesawat.
Di Singapore, kami melakukan semuanya sendiri. Jadi
kami lah yang meng-scan kopernya, tetapi ada sedikit masalah dalam
melakukannya. Jadi kami harus memanggil petugas bandara untuk membantu.
Ternyata, memang scaner-nya saja yang rusak. Jadi kami harus antri ulang
menunggu giliran untuk scan.
Karena tidak mau menyia-nyiakan waktu, sambil menunggu
koper di-scan, kami check-in dan mengantri untuk di cek pasport.
Butuh waktu yang lama, karena scan jari tangan kakakku tiba-tiba tidak
akurat, jadi harus ulang dan recheck pasport segalanya.
Aku mulai gelisah, bagaimana jika telat masuk pesawat?
Belum lagi koper kita yang dari tadi belum saja berhasil dipindahkan ke
pesawat. Ayah mengurus koper, bunda membantu kakak yang mengecek pasport-nya
berulang-ulang. Aku menunggu di kursi tunggu dengan adikku yang duduk di stroller.
Menyebalkan, kenapa proses imigrasi di sini lama
sekali? Biasanya gampang-gampang saja. Kenapa sekarang jadi sangat ribet?
Gumamku dalam hati.
Aku menggerakan kakiku berulang-ulang di lantai
bandara. Ini hal yang biasa kulakukan jika sedang gelisah. Aku mengecek jam. Astaga!
Sudah jam 12:00
15 menit lagi pesawat kami akan takeoff, pasti gerbang untuk ke pesawat
kami sudah dibuka sekarang.
Akhirnya, koper kami berhasil dimasukkan ke pesawat,
dan passport kakakku selesai di cek. Tinggal pengecekan terakhir
sekarang, di mana tas kami akan di x-ray dan di cek satu-satu. Aku,
ayah, dan adikku duluan maju, kami terpisah baris dari bunda dan kakak di
belakang. Pengecekan aku, ayah dan adikku berjalan lancar, kami bisa langsung
ke gerbang pesawat sekarang.
Sayangnya, baris keluarga besar di belakang kami dan
di depan bunda dan kakak membawa banyak barang yang patut di cek, jadi kami
harus menunggu.
Jam menunjukkan 12:05. Sepuluh menit lagi pesawat kami
akan takeoff. Karena banyak sekali barang yang dibawa keluarga di baris
belakang kami, akhirnya bunda menyuruh aku, ayah dan adikku untuk pergi ke
gerbang pesawat duluan.
Di sini aku sudah sangat gelisah dan hendak menangis.
Bahkan sekarang nomor duduk pesawat kami sudah di panggil di speaker
besar bandara. Ayahku cepat-cepat mendorong stroller adikku dan aku
harus mempercepat langkahku dengan langkahnya.
Aduh, gerbang pesawat kami adalah gerbang 7, alias
gerbang paling ujung di bandara. Kami harus berlari untuk menyampainya dengan
cepat. Sesampainya di gerbang 7, kami masih harus menunggu untuk bunda dan
kakakku yang tertinggal di belakang sana. Pukul 12:10. Aku sudah menangis
sekarang. Kami sangat telat.
“Teteh kalo mau masuk duluan ke pesawat sok aja, Ayah
sama Ammar nunggu bunda dan kakak di sini.” seru ayah menyuruhku. Tidak mau,
bagaimana kalo bunda dan kakak datang telat dan mereka tidak sempat naik ke
pesawat? Masa aku sendiri nanti di pesawat.
Beberapa saat kemudian aku bisa melihat bunda dan
kakak berlari ke gerbang 7. Akhirnya, bunda dan kakak datang ke gerbang 7.
Penjaga gerbang sudah menyuruh kami cepat-cepat,
pesawat akan segera takeoff. Kami pun cepat-cepat masuk ke pesawat. Di
sana, semua penumpang sudah naik. Dan tepat saat kami naik, pintu pesawat
tertutup. Kami segera duduk di kursi kami dan menghembus napas lega. Tadi
sangat menegangkan.
Kejadian itu terjadi Januari 2020 yang lalu. Hikmahnya
sejak itu aku sekarang tidak berani untuk telat melakukan apapun lagi. Aku juga
jadi mengerti bahwa manajemen waktu itu sangat penting untuk dipikirkan. Itu
salah satu momen paling berkesan dalam hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar