Jumat, 08 Oktober 2021

KETEGANGAN DI BANDARA

 

Alena Zakira Riva - 71

 

Aku berdiri di kamar hotelku, memandang pemandangan Kota Singapore yang indah di luar sana. Sementara orangtuaku sedang berbicara dengan pegawai hotel untuk membawa dua koper berat kami.

“Yuk, kita checkout sekarang. Udah cek gak ada yang ketinggalan, kan?” kata ayah.

Bunda, seperti biasa, memeriksa untuk terakhir kalinya. Aku, kakak dan adikku mengangguk. Kami pun keluar dari kamar hotel, ditemani pegawai hotel tadi. Kakakku pelan-pelan menutup pintu kamar dari luar, mengintip ke dalam untuk terakhir kalinya.

Kami menyusuri lorong hotel dan duduk di lobi, sementara ayahku mengurus checkout-nya. Setelah selesai, kami keluar dari hotel.

“Nanti sampai di bandara kita ke Jewel dulu ya, anak-anak. Masih keburu waktunya.” Kata ayah sambil memegang stroller yang di duduki adikku.

Kami masuk lift yang menuju ke stasiun bawah tanah, aku menatap sekeliling. Liburan 5 hari di Singapore dan Malaysia ini sangat seru, waktunya kami pulang.

Jewel adalah atraksi publik dekat Bandara Changi. Turis biasanya pergi ke sana untuk melihat air terjun besar yang indah. Di sana juga ada toko-toko dan restauran. Bisa dibilang mirip seperti mall.

Kami keluar dari lift dan menunggu kereta yang menuju ke bandara. Kereta datang, kami pun segera menaikinya. Kereta ini sepi, mungkin karena sedikit penumpang yang ingin ke bandara di hari kerja. Aku duduk dan menikmati suasana khas kereta bawah tanah. Suara relnya yang sangat mulus, penumpang yang melakukan kesibukan masing-masing, cahaya kereta yang tidak terang tetapi tidak gelap.

Aku memandangi sekeliling. Ternyata kereta di Singapore sangat bersih. Terlihat jelas bahwa kereta ini terawat dengan baik, dan memastikan penumpang yang naik-turun merasa nyaman. Kereta mulai menanjak, aku bisa melihat cahaya matahari sekarang. Kami sedang berada di jembatan.

“Liat! Kotanya bagus,” Adikku yang telah pindah dari stroller menatap keindahan kota Singapore.

Aku ikut mendongak. Lalu teringat bahwa beberapa jam lagi kami akan meninggalkan kota ini. Urgh, benar juga, berarti sebentar lagi aku mulai sekolah.

Dalam sekejap, kereta kami sampai di Bandara Changi. Kami masih di bawah bandaranya, jadi saat kami turun dari kereta harus naik eskalator untuk ke atas. Selagi eskalator membawaku ke atas, aku menatap ke dalam bandara, tidak berkedip. Bandara ini pasti besar sekali. Aku turun dari eskalator, bisa melihat seluruh isi bandara sekarang. Indah sekali, bandara ini sangat modern dan mewah. Luasnya lebih dari lapangan bola, ini pun baru satu ruangan. Tingginya tidak kalah mencengangkan, ruangan ini sangat besar. Desainnya juga sangat rapi dan enak dilihat.

“Masih ada waktu satu setengah jam lagi sebelum pesawat kita take off. Ke Jewel dulu yuk, bisa makan siang disana.” kata bunda, yang selalu antusias pergi ke tempat baru.

Aku juga ingin pergi ke Jewel, jika bandara di sini saja sudah bagus, apalagi di sana. Jewel, pusat perhatian turis, terkenal karena air mancur besarnya yang indah. Dari namanya saja sudah menarik perhatian, apa lagi aslinya.

Kami berjalan menyusuri ruangan bandara indah ini. Ruangan ini bukan tempat check-in atau semacamnya, lebih ke tempat tunggu dan tempat orang keluar masuk. Ada banyak orang disini, menunggu pesawat mereka. Ada yang tidur, bermain laptop mereka, berbincang dengan teman mereka. Ada juga anak-anak yang berlarian bermain di playground bagus yang telah disediakan.

Perlu melewati jembatan panjang jika ingin pergi ke Jewel. Meskipun dua gedung ini bersebelahan, jembatan ini tetap panjang dan besar. Kami memasuki jembatan indoor itu, tempatnya dingin dan mewah. Kami bisa melihat keluar karena sekeliling kami kaca. Tersedia banyak eskalator lurus sepanjang jembatan untuk orang-orang yang malas jalan. Tetapi karena kami santai dan ingin menikmati suasana, kami setengah menaiki eskalator dan setengah lagi jalan biasa sepanjang jembatan. Kakak di sebelahku heboh mengambil foto sambil jalan. Ayah dan bunda sedang membahas untuk makan siang apa, adikku yang malas duduk di stroller sambil di dorong ayah.

Akhirnya, kami sampai di ujung jembatan. Kami masuk ke gedung jewel. Gedung ini sangat besar, temanya seperti hutan dan penuh dengan lantai batu yang mewah. Persis seperti mall, dalamnya di penuhi dengan toko dan restaurant. Lurus ke arah sana, ada air terjun besar yang belum bisa kulihat. Air terjun itu berada di bagian bawah gedung.

“Ke air terjun dulu aja ya, habis itu baru kita makan siang.” ucap bunda. Kami mengangguk. Kami menaiki lift dan turun ke bagian bawah gedung.

Lift terbuka, aku bisa melihat jelas air mancurnya. Aku terkesiap, air mancur ini tidak seperti air mancur yang kukira. Airnya air mancur ini datang dari atas, turun deras ke bawah, membentuk bentuk bulat ke bawah. Air mancur ini sangat besar dan deras, ada cahaya indah dari dalamnya, membuatnya semakin mewah. Tempias air mengenai wajahku. Kami memutuskan untuk foto-foto sebentar. Setelah itu kami ke atas lagi, makan siang.

Akhirnya kami memutuskan untuk makan siang Burger King di lantai atas. Aku memesan cheeseburger dan makan dengan lahap. Ini makanan terakhirku di Singapore.

“Wah, udah jam segini lagi. Yuk ke bandara, kita check-in.” Kata ayahku sambil mengecek jam tangannya. Kami naik ke jembatan lagi dan pergi balik ke bandara.

“Yuk Teh, agak cepet. Bisi check in-nya gak keburu.” Seru Bunda sambil mulai berjalan sedikit cepat.

Aku mengecek jam, emang jam berapa sih? Wah, sudah jam 11:30. Pesawat takeoff jam 12:15. Aduh, jadi harus cepat-cepat gini. Padahal aku ingin santai menikmati. Jembatannya juga panjang lagi. Aku mulai ikut berlari kecil sambil membawa koper.

Sesampainya kami di bandara. Sudah jam 11:40. Ayah dan bunda cepat-cepat menyerahkan koper kami untuk disimpan di pesawat.

Di Singapore, kami melakukan semuanya sendiri. Jadi kami lah yang meng-scan kopernya, tetapi ada sedikit masalah dalam melakukannya. Jadi kami harus memanggil petugas bandara untuk membantu. Ternyata, memang scaner-nya saja yang rusak. Jadi kami harus antri ulang menunggu giliran untuk scan.

Karena tidak mau menyia-nyiakan waktu, sambil menunggu koper di-scan, kami check-in dan mengantri untuk di cek pasport. Butuh waktu yang lama, karena scan jari tangan kakakku tiba-tiba tidak akurat, jadi harus ulang dan recheck pasport segalanya.

Aku mulai gelisah, bagaimana jika telat masuk pesawat? Belum lagi koper kita yang dari tadi belum saja berhasil dipindahkan ke pesawat. Ayah mengurus koper, bunda membantu kakak yang mengecek pasport-nya berulang-ulang. Aku menunggu di kursi tunggu dengan adikku yang duduk di stroller.

Menyebalkan, kenapa proses imigrasi di sini lama sekali? Biasanya gampang-gampang saja. Kenapa sekarang jadi sangat ribet? Gumamku dalam hati.

Aku menggerakan kakiku berulang-ulang di lantai bandara. Ini hal yang biasa kulakukan jika sedang gelisah. Aku mengecek jam. Astaga! Sudah jam 12:00
15 menit lagi pesawat kami akan takeoff, pasti gerbang untuk ke pesawat kami sudah dibuka sekarang.

Akhirnya, koper kami berhasil dimasukkan ke pesawat, dan passport kakakku selesai di cek. Tinggal pengecekan terakhir sekarang, di mana tas kami akan di x-ray dan di cek satu-satu. Aku, ayah, dan adikku duluan maju, kami terpisah baris dari bunda dan kakak di belakang. Pengecekan aku, ayah dan adikku berjalan lancar, kami bisa langsung ke gerbang pesawat sekarang.

Sayangnya, baris keluarga besar di belakang kami dan di depan bunda dan kakak membawa banyak barang yang patut di cek, jadi kami harus menunggu.

Jam menunjukkan 12:05. Sepuluh menit lagi pesawat kami akan takeoff. Karena banyak sekali barang yang dibawa keluarga di baris belakang kami, akhirnya bunda menyuruh aku, ayah dan adikku untuk pergi ke gerbang pesawat duluan.

Di sini aku sudah sangat gelisah dan hendak menangis. Bahkan sekarang nomor duduk pesawat kami sudah di panggil di speaker besar bandara. Ayahku cepat-cepat mendorong stroller adikku dan aku harus mempercepat langkahku dengan langkahnya.

Aduh, gerbang pesawat kami adalah gerbang 7, alias gerbang paling ujung di bandara. Kami harus berlari untuk menyampainya dengan cepat. Sesampainya di gerbang 7, kami masih harus menunggu untuk bunda dan kakakku yang tertinggal di belakang sana. Pukul 12:10. Aku sudah menangis sekarang. Kami sangat telat.

“Teteh kalo mau masuk duluan ke pesawat sok aja, Ayah sama Ammar nunggu bunda dan kakak di sini.” seru ayah menyuruhku. Tidak mau, bagaimana kalo bunda dan kakak datang telat dan mereka tidak sempat naik ke pesawat? Masa aku sendiri nanti di pesawat.

Beberapa saat kemudian aku bisa melihat bunda dan kakak berlari ke gerbang 7. Akhirnya, bunda dan kakak datang ke gerbang 7.

Penjaga gerbang sudah menyuruh kami cepat-cepat, pesawat akan segera takeoff. Kami pun cepat-cepat masuk ke pesawat. Di sana, semua penumpang sudah naik. Dan tepat saat kami naik, pintu pesawat tertutup. Kami segera duduk di kursi kami dan menghembus napas lega. Tadi sangat menegangkan.

Kejadian itu terjadi Januari 2020 yang lalu. Hikmahnya sejak itu aku sekarang tidak berani untuk telat melakukan apapun lagi. Aku juga jadi mengerti bahwa manajemen waktu itu sangat penting untuk dipikirkan. Itu salah satu momen paling berkesan dalam hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERJALANAN PALING BERKESAN DALAM HIDUPKU

Maharsa Mudzafar Kamil - 74   Papahku kerja diluar pulau Jawa. Biasanya baru kembali kerumah setiap dua bulan. Hampir dua bulan sekali k...